Langsung ke konten utama

Modul 3.a.8.1 Koneksi Antar materi Pemimpin Pembelajaran : Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Pengambilan Keputusan

Dalam filosofi Pratap Triloka memberikan pedoman kepada kita bahwa sebagai seorang Guru/Pendidik dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran menerapkan semboyan pratap tersebut. Ing Ngarso Sun tulodo yakni berarti seorang pemimpin pembelajaran seyognyanya harus dapat menjadi seorang contoh/teladan/panutan yang baik peserta didik dengan selalu konsisten menerapkan nilai-nilai budaya luhur bangsa pada setiap kehidupannya maupun dalam aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru juga dituntut menerapkan semboyan Ing Madyo Mangun karso yakni seorang guru harus dapat menjadi penuntun kodrat murid yang beragam diberdayakan sesuai dengan kemerdekaan murid itu sendiri, dengan terus mengarahkan murid tersebut agar potensi yang dimiliki ini dapat berkembang positif. Tut Wuri Handayani memiliki arti selalu memberikan dukungan positif kepada murid untuk dengan memberikan dorongan dan motivasi kepada murid untuk selalu optimis berkembang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Semboyan ini memberikan arti kepada kita bahwa murid pasti memiliki sebuah inti positif pada dirinya yang perlu di motivasi dan didorong untuk dapat keluar menjadi karakter positif yang berakar menjadi sebuah budaya positif yang tertanam dalam pekerti murid dan konsisten dilakukan menjadi karya. Definisi pengambilan keputusan menurut Suharnan (2005) ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pengambilan keputusan seseorang cenderung akan mengikuti nilai-nilai yang tertanam ada pada diri. Selain prinsip-prinsip yang mempengaruhi ada beberapa hal juga yang menjadi dasar seseorang, dalam pengambilan keputusan biasanya dipengaruhi juga intuisi, pengalaman, fakta, wewenang yang dimiliki, serta rasionalitas. Pengambilan keputusan yang bersandar pada intuisi biasanya akan cenderung dipengaruhi faktor kejiwaan pengambil keputusan. Faktor pengalaman berasal dari contoh-contoh praktik yang telah dilakukan oleh seseorang yang kemudian ditiru untuk mengambil keputusan pada kondisi dan keadaan yang cenderung sama, sedang fakta sebaiknya bahwa pengambil keputusan dalam membuat sebuah keputusan dapat mempertimbangkan berbagai fakta dan data yang ada. Apabila pengambilan keputusan kurang pengalaman dan fakta yang dimiliki maka cenderung, kecenderungan pengambil keputusan akan mengalami kesulitan menentukan apa yang semestinya harus dilakukan. Pada situasi sulit yang dipengaruhi dilema etika, maka seorang pengambil keputusan harus senantiasa memperhatikan berbagai hal misalnya fakta, data, serta pengalaman yang sama, serta juga dampak yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan yang dipilih dan tidak jarang terjadi kebingungan. Oleh karena itu penting sekali seorang pengambil keputusan juga mempelajari konsep paradigma dalam pengambilan keputusan dalam dilema etika. Dengan mempelajari nilai-nilai dilema etika, prinsip-prinsip pengambilan keputusan, serta mempelajari 9 langka dalam pengujian pengambilan keputusan untuk mengetahui apakah pengambilan yang akan atau telah diputuskan telah benar dan tepat. Maka disinilah perlunya proses coaching dilakukan untuk membantu pengambil keputusan untuk dapat bersikap dan menentukan apa yang semestinya dilakukan. Seorang coaching dapat menggali potensi-potensi dasar misalnya dari pengalaman yang selama ini pernah dilakukan, atau membantu menggali fakta, data yang diperoleh seorang pengambil keputusan untuk yang nantinya dapat dijadikan dasar dalam membuat keputusan, atau juga membantu untuk merefleksikan keputusan yang diambil untuk membantu pengambil keputusan apakah keputusan yang telah diambil sudah benar dan tepat. Dalam dunia pendidikan seyognya seorang pengambil keputusan dapat membuat keputusan yang berdampak pada budaya positif di sekolah, menciptakan situasi kondusif, nyaman. Perubahan paradigma berpikir mengenai pendidikan, akan pula membantu seorang pendidik dapat membuat keputusan yang memberikan kemerdekaan kepada murid dalam mencapai kebahagian/keselamatan bagi kehidupan muridnya dimasa mendatang. Sebagai peminpin pembelajaran, seorang pendidik akan mengambil keputusan yang didasari dengan filosofi K Hajar Dewantara, maka akan melahirkan keputusan-keputusan yang menumbuhkan potensi-potensi murid, menuntun, mengarahkan, mendorong, kodrat anak untuk berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, serta menciptakan budaya positif di lingkungan belajar murid baik di kelas maupun lingkungan sekolah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah filosofi Ki Hajar Dewantara dalam patrap Trilokanya akan merubah paradigma pendidik untuk dapat membuat keputusan yang berdampak positif bagi dunia pendidikan di lingkungan sekolahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Design Grafis SMPN SATAP BOMBAN KEC. BOLANO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Koneksi Antar Materi-Refleksi pemikiran Ki Hajar Dewantara

Setelah kita mempelajari modul 1.1, untuk dapat memahami secara utuh tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara maka perlu kiranya kita mengimplemntasikanny dalam pembelajaran sehari-sehari di kelas. Dan untuk lebih menterkaitkan materi ada beberapa pertanyaan berikut untuk sebagai bahan acuan dalam membuat pemaparan kita: 1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1? 2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini? 3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD? Pendahuluan Menurut Ki Hadjar Dewantara Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sehingga pendidikan seharusnya diarahkan agar dapat menggali segala potensi yang d
KAJIAN KRITIS Dalam buku SAINS untuk siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah kelas 4 karangan Sumiati Sa’adah. Terbitan Titian Ilmu Bandung Tahun 2006. Pada halaman 73 tentang bentuk air dinyatakan sbb : Bisakah kamu menyebutkan bentuk air? Apakah air memiliki bentuk persegi panjang atau bulat? Perhatikanlah air yang ada di dalam gelas! Bagaimana bentuk air di dalam gelas? Sekarang tuangkan air yang ada di dalam gelas tersebut ke dalam botol! Apakah air masih seperti yang ada di dalam gelas atau sudah berubah? Tentunya, air yang dituangkan dari dalam gelas, ke dalam botol, bentuknya akan berubah mengikuti bentuk botol. Air tidak memiliki bentuk. Akan tetapi, bentuk air akan mengikuti bentuk wadahnya. Menurut pendapat saya, bahwa tulisan ibu Sumiati Sa’adah secara konseptual kurang sempurna. Karena menurut teori Jean Piaget, bahwa Perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan beraturan sesuai dengan perkembangan umurnya. Pada usia siswa SD/MI kelas 4 yakni